Selasa, 04 Oktober 2011

Penyebaraan Narkoba Di kalangan Remaja

Hingga kini penyebaran narkoba sudah hampir tak bisa dicegah. Mengingat hampir seluruh penduduk dunia dapat dengan mudah mendapat narkoba dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Misalnya saja dari bandar narkoba yang senang mencari mangsa didaerah sekolah, diskotik, tempat pelacuran, dan tempat-tempat perkumpulan genk. Tentu saja hal ini bisa membuat para orang tua, ormas,pemerintah khawatir akan penyebaran narkoba yang begitu meraja rela. Upaya pemberantas narkoba pun sudah sering dilakukan namun masih sedikit kemungkinan untuk menghindarkan narkoba dari kalangan remaja maupun dewasa, bahkan anak-anak usia SD dan SMP pun banyak yang terjerumus narkoba. Hingga saat ini upaya yang paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan Narkoba pada anak-anak yaitu dari pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan dapat mengawasi dan mendidik anaknya untuk selalu menjauhi Narkoba.Menurut kesepakatan Convention on the Rights of the Child (CRC) yang juga disepakati Indonesia pada tahun 1989, setiap anak berhak mendapatkan informasi kesehatan reproduksi (termasuk HIV/AIDS dan narkoba) dan dilindungi secara fisik maupun mental. Namun realita yang terjadi saat ini bertentangan dengan kesepakatan tersebut, sudah ditemukan anak usia 7 tahun sudah ada yang mengkonsumsi narkoba jenis inhalan (uap yang dihirup). Anak usia 8 tahun sudah memakai ganja, lalu di usia 10 tahun, anak-anak menggunakan narkoba dari beragam jenis, seperti inhalan, ganja, heroin, morfin, ekstasi, dan sebagainya (riset BNN bekerja sama dengan Universitas Indonesia).Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), kasus pemakaian narkoba oleh pelaku dengan tingkat pendidikan SD hingga tahun 2007 berjumlah 12.305. Data ini begitu mengkhawatirkan karena seiring dengan meningkatnya kasus narkoba (khususnya di kalangan usia muda dan anak-anak, penyebaran HIV/AIDS semakin meningkat dan mengancam. Penyebaran narkoba menjadi makin mudah karena anak SD juga sudah mulai mencoba-coba mengisap rokok. Tidak jarang para pengedar narkoba menyusup zat-zat adiktif (zat yang menimbulkan efek kecanduan) ke dalam lintingan tembakaunya.Hal ini menegaskan bahwa saat ini perlindungan anak dari bahaya narkoba masih belum cukup efektif. Walaupun pemerintah dalam UU Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 dalam pasal 20 sudah menyatakan bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak (lihat lebih lengkap di UU Perlindungan Anak). Namun perlindungan anak dari narkoba masih jauh dari harapan.

Penjualan anak di Kaltim capai 79 kasus

Provinsi Kalimantan Timur termasuk daerah yang rawan terhadap kasus penjualan anak ke luar negeri, terbukti selama 2008 tercatat ada 79 kasus. Hal itu terjadi karena Kaltim berbatasan langsung baik darat maupun laut dengan Malaysia Timur.“Data 2009 memang belum kami memilikinya akan tetapi sepanjang 2008 terjadi 79 kasus perdagangan anak di Kaltim,” kata  Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kaltim, Ardiningsih di Samarinda, Sabtu (7/11). Menurutnya bahwa daerah yang rawan dan sering terjadi kasus penjualan anak di Kaltim adalah di Kabupaten Nunukan. Hal ini terjadi karena letak kabupaten ini sangat dekat dengan Tawau, Malaysia Timur sehingga berbagai kasus kejahatan penyelundupan rawan terjadi, termasuk penjualan anak.
Penjualan anak di Kaltim yang tertinggi ada di Nunukan, yakni sebanyak tujuh kasus. Sedangkan sisanya adalah kasus yang terjadi di Samarinda, Balikpapan dan lainnya. Ia mengaku prihatin terhadap masih adanya oknum yang tega melakukan perdagangan anak. Menurutnya bahwa Kabupaten Nunukan memiliki kasus tertinggi terhadap trafficking anak karena letaknya yang menjadi daerah transit menuju Tawau, Sabah (Malaysia Timur) melalui Pelabuhan Tunon Taka, Nunukan.
Jarak perjalanan menuju Tawau dari Nunukan hanya sekitar satu jam sehingga memudahkan aksi penjualan anak itu.  Provinsi Kalimantan Timur memiliki wilayah sangat strategis karena berbatasan langsung dengan Malaysia, sehingga menjadi daerah lintasan bagi pencari kerja. Hal inilah yang memungkinkan orang untuk melakukan perdagangan anak. Berdasarkan atas kerawanan perdagangan orang (human trafficking) dan lebih spesifik lagi tentang perdagangan anak, maka Pemprov Kaltim  telah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pencegahan dan Penanganan Perdagangan Orang terutama perempuan dan anak.
Perda mengacu pada Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan perundang-undangan lainnya. Pemprov Kaltim pada 2004 sudah memfasilitasi pembentukan Koalisi Anti Trafficking (KAT) Kaltim yang melibatkan pemerintah dan masyarakat untuk penanganan isu-isu dan mencegah perdagangan orang di Kaltim.
Kaltim juga melakukan perjanjian kerjasama dengan Badan Pemberdayaan Perempuan (BPP) Jawa Tengah pada September lalu. Kerjasama itu meliputi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi kegiatan perlindungan korban kekerasan berbasis gender, anak dan tindak pidana perdagangan orang “Kerjasama ini perlu dilakukan karena Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah dengan status provinsi terbanyak yang mengirim TKI ke Malaysia melalui sejumlah pintu termasuk Nunukan, Kaltim,” kata Ardiningsih.